Legenda Biru : Dua Teknik yang Berbeda (Vol 10)

Pertarungan John-Hamzah dengan komandan ketujuh-kedelapan masih berlangsung. Suara berdentum sahut menyahut di ruangan itu.

“Kesunyian diantara awan : Busur Merah”

Gerakan berputar lawannya terhenti, mereka memutuskan untuk melompat menghindar. John-Hamzah melesat mengejar komandan kedelapan.

“Teknik rahasia : Naga Pedang”

Komandan itu tidak sempat menghindar, dia sudah kelelahan bertarung satu jam tiada henti. Akhirnya tersisa satu.

“Anak-anak, kalian sepertinya melakukan hal yang salah. Kami para komandan memang mengandalkan kerjasama dalam pertarungan. Tapi jika diharuskan bertarung sendiri, maka kemampuan itu terasa lebih hebat. Itulah syarat untuk menjadi sepuluh komandan elit.”

“Sepuluh? Bukannya mereka cuman berdelapan. Mana duanya?” bisik John

Hamzah memandangi sekitar, tidak ada tempat tinggi atau tempat bersembunyi disini. Jadi tidak mungkin ada penembak diantara mereka.

“Anak-anak, aku dengar percakapan kalian. Kami memang berdelapan saja, karena dua komandan itu berkhianat kepada raja. Ah, mungkin tidak layak lagi disebut komandan. Orang dalam bayangan lebih bagus.”

Si komandan ketujuh akhirnya mengeluarkan serangannya. Teknik yang memperpadukan gravitasi dan magnet.  Hamzah dan John tidak bisa menghindar, mereka tertarik oleh magnet itu.

Sekarang kedua anak itu berada dalam genggaman komandan ketujuh. Orang itu memegangi tangan mereka erat-erat kemudian melemparkannya ke dinding. Hamzah yang sudah kelelahan, langsung pingsan.

Si komandan ketujuh melangkah perlahan kearah John. Bersiap untuk menutup pertarungan ini. Kemudian membantu komandan yang lain.

John panik, dia sudah kelelahan dan temannya sudah pingsan. Pertarungan ini harus dimenangkan tim mereka. Selama Kris belum mengambil Biru, dia bertekad tidak boleh ada yang terkalahkan seperti ini.

Jarak si komandan dengan John tinggal lima meter. Anak itu mengenggam pedangnya dengan kencang, setidaknya sebelum kalah dia harus memberikan satu serangan lagi. Tersisa tiga meter.

Akhirnya si komandan ketujuh sampai di tempatnya. John ternyata tidak bisa menyerag lagi, tenaganya sudah habis.

“Sampai bertemu lagi di penjara kami, anak muda”

Lima puluh detik kemudian, si komandan ketujuh sudah terbang kearah teman-temannya. Satu pertarungan sudah terselesaikan.

***

“Selamat atas usahamu, komandan ketujuh” ucap komandan kesatu

“Terimakasih ketua”

“Sekarang, ikat kedua anak itu dan bawa komandan kedelapan dan keenam kesini.” perintah si ketua. Satu menit kemudian, perintah sudah selesai dilaksanakan.

Sementara itu, pertarungan Kris-Ali dengan komandan ketiga dan keempat masih berlangsung sengit. Hanya satu yang terkalahkan, itupun cuman beku saja. Sang ketua memerintahkan si ketujuh untuk membantu para komandan itu.

“Ali! Ada yang mau ikut campur pertarungan ini. Aktifkan benda itu!” teriak Kris

Ali mengeluarkan sebuah alat dari kotak hitam. Dia menangkis serangan komandan keempat kemudian tanpa basa-basi lagi, dia langsung mengaktifkannya. Sebuah dinding dengan warna biru cerah dengan tinggi 50 meter terbentuk.

Komandan ketujuh yang hampir masuk arena pertarungan, terpental ke tempat asalnya berdiri. Komandan kedua mendengus, dia melesat kesana kemudian memukulnya dengan keras. Pelindung itu masih kokoh.

“Kalau begitu, kita biarkan saja. Ini saatnya menonton pertarungan” kata komandan kesatu

Komandan kedua dan ketujuh mengangguk sepakat. Tiga komandan elit sudah terbukti cukup untuk menaklukkan dua anak kecil.

Di tengah pertarungan itu, tiba-tiba terdengar sebuah suara di kepala Kris. “Apa kamu kesusahan melawan mereka? Aku bisa mengajarimu melakukan teknik tertinggi dari kekuatan galaksi dan panah es.”

Kris menatap sekitar, waktu masih berjalan normal. Komandan ketiga yang dilawannya masih bergerak menyerang.

Dasar menyebalkan, kamu tidak tahu telepati? Aku bicara menggunakan telepati! Ini Shadow.” ucapnya lagi

Eh, iya ada apa?” Kris balas menjawabnya menggunakan telepati juga

Baiklah, akan kuajarkan kamu teknik tertinggi dari kekuatan ini.

Sebuah informasi tiba-tiba muncul di kepala Kris. Mungkin ini yang dimaksud mentransfer pikiran. Anak itu memproyeksikan informasi itu menggunakan alat di tangannya. Dan dia langsung membacanya dengan cepat.

Komandan ketiga menyadari ada yang aneh, lagi pertempuran kenapa malah melihat ke tangan? Dia segera melancarkan serangan sengit.

Tapi sudah terlambat, Kris sudah menyelesaikan bacaannya. Waktunya mempraktekkannya perlahan. Kali ini dia menembak sambil bergerak dengan tenang.

Anak panah dilesatkan satu persatu, tidak sekaligus lagi. Karena memang begitulah aktifitas memanah yang benar. Meski busur ini bisa menciptakan anak panah sendiri, tapi bila ingin mengakses kekuatan tertinggi, maka diharuskan menembak sedikit-sedikit.

Lima menit sudah terlewati. Anak panah itu tiba-tiba bersinar, satu menit kemudian sebuah elemental tingkat ketiga telah terbentuk. Bila es tingkat pertamanya adalah air, maka tingkat ketiga ialah gletser.

Lawannya terkejut melihat peningkatan elemental itu. Dia sudah menduga kalau bocah itu melakukan hal yang aneh ketika melihat kearah tangan. Ali yang melihatnya tersenyum senang, akhirnya temannya bisa melakukan peningkatan elemen.

Ali juga memutuskan untuk meningkatkan kekuatannya. Dia membuat klon kemudian masuk ke kotak hitam. Komandan keempat masih sempat menyadari kalau bocah itu menciptakan kloning.

Karena tidak mau mengulang kesalahan, si komandan meningkatkan serangan pukulan elementalnya. Tapi entah bagaimana orang itu terlambat lagi. Ali menyeringai melihat wajah kecewa lawannya kemudian menjelaskannya.

“Kamu tahu, sejak dulu aku ini jenius. Malah sempat terpikir tidak ada yang lebih jenius dibanding aku. Tapi sejak bertemu Hamzah, kesombongan itu akhirnya runtuh.  Kami bekerjasama membuat teknologi yang kejeniusannya dicampur antara milikku dengan miliknya. Hasilnya? Kloning istimewa tadi. Benda itu tidak perlu wajah seperti manusia, hanya teknologinya yang mirip manusia.”

“Jadi bersiaplah untuk serangan balik. Kamu tahu apa elemental bawaanku? Api, dan sekarang ini sudah tingkat terakhir. Iya, keempat” Ali mengedipkan matanya. Kemudian dari bawah tanah menyembur magma.

Semua komandan yang ada di ruangan itu terkejut. Komandan kesatu langsung berteriak, “Mau sekokoh apapun dinding ini, kita pecahkan sekarang juga!”

Komandan keempat dan ketiga menelan ludah. Sejak kekalahan komandan kelima, nasib mereka selalu kurang beruntung. Elemental mereka masih tingkat ketiga, sementara anak bernama Ali itu, sudah keempat.

Kris menghampiri Ali kemudian bertanya, “Eh, elementalmu itu, kapan tingkat ketiganya berlangsung?”

“Sejak pertarungan di gunung berapi. Disitu masih lahar kan? Nah dari gunung berapi sampai kesini , elementalku berubah perlahan ke magma” jelas Ali nyengir

“Lalu, tingkat kedua dan pertamanya?”

“Kalau tingkat pertama, sejak usiaku lima tahun. Tingkat keduanya dimulai sejak usiaku sepuluh.”

Kris mengangguk-angguk. Berarti peningkatannya cepat sekali. Dari tingkat pertama yaitu panas ke tingkat kedua api, cuman membutuhkan lima tahun saja. Tapi dari lahar ke magma? Cuman dua harian saja? Hanya ada satu jawaban.

Temannya berasal dari klan Robot Merah. Klan pengguna elemen panas dan master dari petarung pengguna teknologi.

Diluar sana sudah malam dan atap ruangan ini transparan. Jadi kami yang disini bisa mengetahui kondisi langit.

“Kris, waktunya jurus perpaduan”

“Eh, tapi kamu kan magma dan aku gletser?” tanya Kris bingung

“Tingkat keempat kekuatannya bisa disesuaikan atas kemauan penggunanya. Aku bisa mengatur agar magmanya tidak terlalu panas bila menyentuh kamu.”

Kami akhirnya saling menyentuhkan tangan. Tiga menit kemudian elemen ini mulai menyatu perlahan. Tapi penyatuannya cuman jadi setengah, kami berusaha lagi.

Lawan kami juga melakukan hal yang sama. Elemen angin dan petirnya menyatu perlahan. Sepuluh menit kemudian, posisi untuk serangan penutup sudah terbentuk.

Elemen Kris-Ali berubah warna menjadi hitam dengan angin yang berhembus pelan. Sedangkan lawan kami, terbentuk sebuah lingkaran dengan listrik yang siap menyetrum siapa saja.

Kris dan Ali melepaskan pegangan tangannya perlahan. Elemen hitam ini bisa terbagi dua secara seimbang. Meski Kris bukan petarung pengguna tangan, setidaknya dia mahir sedikit karena diajarkan Hamzah.

Kekurangan jurus ini harus mengucapkan mantra yang cukup panjang. Dan tugas itu diserahkan ke Ali.

Hujan turun diberbagai belahan dunia. Airnya jatuh ke hamparan yang luas. Turun memecah senyapnya malam, awan gelapnya menutupi angkasa. Tapi bintang, dia tidak berhenti bersinar. Tidak peduli bagaimana keadaan semesta.

Kris dan Ali mengucapkan jurusnya bersamaan, “Lubang hitam yang membara!”

Sedetik kemudian, mereka sudah melesat kearah lawannya. Begitu pula sebaliknya. “Lingkaran petir yang menyambar!”

Komandan kesatu, kedua dan ketujuh menatapnya dengan tegang. John dan Hamzah yang sudah tersadar, juga memperlihatkan ekspresi sama.

Suara berdentum terdengar keras. Efek serangan itu ialah badai yang kencang sampai-sampai dinding dengan tinggi 50 meter itu runtuh. Semua yang ada diluar dinding terhempas sampai keluar ruangan kunci perak itu.

Satu menit kemudian, efek itu terhenti. Komandan ketiga, keempat dan kelima sudah terkapar pingsan. Sementara Kris dan Ali saling menepukkan tangannya.

John dan Hamzah berhasil memutus talinya. John kemudian melesat menyambar kunci perak. Sedangkan anak satunya menghampiri teman-temannya. Mereka akhirnya bisa mendapat kemenangan. Sekaligus mengoleksi kunci perak keempat.

Komandan kesatu, kedua dan ketujuh berdiri mematung. Wajah mereka menunjukkan ekspresi geram. Mereka yang komandan elit kalah oleh bocah-bocah berusia 12-14 tahun ini? Padahal usia mereka sudah 30 tahun. Ucapkan sekali lagi, mereka? Kalah?

Ini tidak bisa dibiarkan! Karena ini adalah perintah raja! Waktunya komandan kesatu turun langsung ke medan pertempuran.

 

Bersambung ke : Legenda Biru (Vol 11)

Scroll to Top