Fudhail bin Iyadh, Mantan Perampok jadi Waliyullah

Fudhail bin Iyadh

Seperti malam biasanya, Fudhail bin Iyadh dan kelompoknya sedang menunggu. Mereka akan merampok kafilah dagang yang akan lewat. Sementara itu sang pemimpin kafilah berkata, “Kita akan bermalam di tempat ini. Karena di depan sana ada seorang perampok bernama Al-Fudhail.”

Seorang alim di kelompok itu memberi saran untuk melepaskan anak panah ke tempat perampok itu bersembunyi. Bila tidak kena, mereka akan menetap. “Akan tetapi, kita tidak sekedar memanah. Lebih dahulu kita membaca ayat-ayat Quran. Semoga Allah menolong kita.”

Tiga dari kafilah itu maju. Orang yang pertama melepas anak panah setelah membaca surah Al-Hadid ayat 16. Yang artinya, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka). Dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak diantara mereka menjadi orang fasik.”

Fudhail bin Iyadh mendengar ayat itu dibacakan. Tubuhnya bergetar hebat, kemudian berteriak keras hingga jatuh pingsan. Kelompoknya mengira sang pemimpin terkena anak panah. Tapi tidak ada satu luka pun. “Aku terkena anak panah Allah!” seru Fudhail sebelum tidak sadarkan diri.

Pengikutnya membangunkan Fudhail, ia pun kembali sadar dengan tubuh berkeringat. Orang kedua bersiap melepas anak panah. Dan membaca surah Adz-Dzariyat ayat 50. Artinya, “Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sungguh, aku seorang pemberi peringatan yang jelas dari Allah untukmu.”

Fudhail juga mendengar ayat ini. Dan dia berteriak lebih keras, “Wahai kalian semua! Aku terkena anak panah Allah!”

Orang terakhir meluncurkan anak panah dan membaca surah az-Zumar ayat 54. Artinya, “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”

Lantunan ayat ini membuat Fudhail menangis. Ia menyuruh semua anak buahnya untuk pergi meninggalkannya. “Kalian semua, pulanglah! Sungguh, rasa takutku kepada Allah telah merasuk dalam jiwaku. Aku akan meninggalkan semua kejahatan yang selama ini kulakukan.”

Bertemu Raja

Fudhail langsung menuju Baghdad. Dia berkemah di suatu daerah dekat Baghdad. Di sisi lain, Sultan Harun Al-Rasyid sedang bermimpi dalam tidurnya. Sebuah suara gaib berseru, “Sungguh, Fudhail bin Iyadh takut pada Allah dan memilih mengabdikan diri kepada-Nya. Sambutlah dia di negerimu!”

Khalifah memerintah prajuritnya berjaga di gerbang kota. Bila ada yang bernama Fudhail bin Iyadh, segera bawa ke istana. Setelah beberapa saat, prajurit akhirnya berhasil membawanya ke istana.

“Apa kau yang bernama Fudhail bin Iyadh?”

“Iya”

“Sungguh aku melihat dalam mimpiku, sebuah suara menyeru kepadaku untuk menyambutmu datang”. Fudhail terkesima, ia lantas berseru ke arah langit, “Ya Rabb, Dengan kemurahan dan keagungan-Mu, Engkau telah mencintai seorang hamba yang berdosa. Yang telah menjauhi-Mu selama 40 tahun!”

Menjelma Ulama Besar

Fudhail cukup lama menetap di Baghdad, sebelum menghabiskan sisa usianya di Tanah Suci. Pada puncaknya, masyarakat menjuluki beliau sebagai ‘abid al-haramain (ahli ibadah di dua kota suci). Sejak memulai jalan taubatnya, ulama besar ini menjadi murid Sufyan Ats-Tsauri, Mansur bin Mu’tamir, Hisyam bin Hassan hingga Atha bin as-Saaib.

Usahanya membuahkan hasil. Beliau menjadi pakar hadis dan memiliki banyak sanad. Murid-muridnya sebut saja Imam Syafi’i, Al-Humaidi, Ibnu al-Mubarak, Qutaibah bin Sa’id dan banyak lagi.

Saking bersungguh-sungguhnya beliau, ada kalanya waktu malam digunakan untuk menuntut ilmu. Fudhail dan beberapa temannya seperti Al-Mughirah, Al-Qa’qa bin Yazid dan Ibnu Syubrumah, suka membahas ilmu fikih waktu malam dan baru selesai ketika subuh.

Ulama besar ini juga terkenal akan kalam hikmahnya. Salah satunya ucapan beliau pada dirinya sendiri. “Wahai, kasihannya engkau. Engkau berbuat buruk, tapi engkau merasa berbuat baik. Engkau tidak tahu, tapi merasa seperti ulama. Kau kikir, tapi merasa dermawan. Kau bodoh, tapi merasa cerdas. Ajalmu pendek, tapi angan-anganmu panjang.”

Untaian Nasihat dari Fudhail bin Iyadh

Sering ulama besar ini berpesan pada murid-muridnya. Yang pertama, “Jika kau bisa tidak dikenal, maka lakukanlah. Karena kau tidak merugi walau tak dikenal. Kau pun tidak rugi walau tidak dipuji. Engkau tidak akan merugi bila tercela di mata manusia, asalkan dalam pandangan Allah engkau terpuji.”

  • Jangan tertipu dengan banyaknya orang sesat

Fudhail berkata,

 اتبع طرق الهدى ولا يضرك قلة السالكين، وإياك وطرق الضلالة ولا تغتر بكثرة الهالكين
(Ikutilah jalan hidayah dan sedikitnya orang yang meniti, tidak membahayakanmu. Hati-hatilah dengan jalan kesesatan dan jangan terpedaya dengan banyaknya orang yang binasa di dalam kesesatan).

  • Jangan beramal karena manusia

ترك العمل من أجل الناس رياء، والعمل من أجل الناس شرك والإخلاص أن يعافيك الله عنهما
(Meninggalkan amalan shalih karena manusia adalah riya’. Dan beramal shalih karena manusia ialah kesyirikan. Adapun ikhlas adalah jika terbebas dari kedua hal tersebut).

  • Iman yang Sempurna

 لا يبلغ العبد حقيقة الايمان حتى يعدُّ البلاء نعمة , والرخاء مصيبة , وحتى لا يحب أن يحمد على عبادة الله

(Seorang hamba tidak akan mendapat hakikat iman hingga dia menganggap musibah sebagai nikmat dan nikmat sebagai musibah. Tidak peduli dengan dunia yang dinikmati dan sama sekali tidak ingin mendapat pujian atas ibadah pada Allah Ta’ala).

Kisah Fudhail bin Iyadh Saat Usia 80 Tahun

Diriwayatkan dari Sa’ad bin Zanbur, dia menuturkan: “Kami pernah berada di depan pintu Fudhail bin Iyadh. Kami meminta izin untuk masuk, namun beliau tidak mengizinkan. Lalu dikatakan, beliau tidak akan mengizinkan hingga mendengar bacaan Al-Quran dari kami. Sementara bersama kami ada seorang muazin yang mempunyai suara keras.

Muazin itu membacakan At-Takasur ayat kesatu, (yang artinya, ‘bermegah-megahan telah melalaikan kamu’).

Fudhail menangis, padanya ada selembar kain untuk menghapus air mata. Kemudian dia bersyair,

Usiaku mencapai delapan puluh tahun
Dan aku telah mengarunginya

Lalu apa sesungguhnya
Yang aku angan-angankan dan aku nanti?

Usia delapan puluh tahun telah menghampiriku
Semenjak aku dilahirkan.

Lalu setelah lewat delapan puluh tahun,
Apa sesungguhnya yang sedang dinanti?

Ulama besar ini wafat pada tahun 803 masehi. Sekian artikel kali ini. Semoga lain kali kita bisa bahas biografi ulama besar yang lain. Seperti Sufyan Ats-Tsauri atau Ibnu Mubarak.

Salam Berkarya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top