Sang makhluk putih akhirnya mengepakkan kedua sayapnya. Bersiap untuk memulai kisah kehancuran baru. Dia memiliki nama Ending, seekor makhluk purba.
Jauh dari sana, Kris dan teman-temannya bersiap untuk solat zuhur berjamaah ke masjid. Satu bulan petualangan, ibadahnya hanya dilakukan sendiri-sendiri. Sementara Hamzah serta John sudah pulih dari luka itu.
Setelah selesai, kami kembali sibuk memperbaiki kendaraan layangan. Sekaligus berdiskusi tujuan petualangan selanjutnya.
Tiga puluh menit kemudian, mereka berempat memutuskan istirahat. Ali iseng membuka gadgetnya membaca-baca informasi diluar sana. Tapi sebagian besar cuman membahas satu.
Seekor monster besar berwarna putih yang menghancurkan kota. Menurut orang-orang yang sempat melihatnya, makhluk itu mempunyai semburan cahaya. Tatapan mata birunya sangat tajam. Singkat kata, mengerikan.
Kami berempat menyeringai melihat berita itu, sebuah tujuan baru telah ditetapkan. Tidak ada kata takut bagi para petualang.
***
Pertama, mencari informasi yang dibutuhkan mengenai makhluk itu. Dan tempat yang mempunyainya cuman perpustakaan. Tempat ini cukup besar, tempat penyimpanan bukunya pun nyaris setinggi bangunannya.
Dalam tiga puluh detik, kami sudah tenggelam mencari buku-buku yang membahas legenda. Lima menit yang sunyi.
Sepuluh menit kemudian, kami berkumpul lagi membawa buku-buku yang kemungkinan membahas si makhluk putih. Karena ini perpustakaan, obrolan kami dilakukan dengan volume pelan.
“Sepuluh buku ini tidak membahas makhluk legenda yang kita cari. Hanya membahas dinosaurus saja, itu tidak seru.” ucap Hamzah
“Ali, kamu membaca apa? Serius sekali” tanya John
“Menarik teman-teman, di buku ini tertulis kalau kekuatan elemental sudah ada sejak enam puluh ribu tahun lalu. Hanya saja menghilang selama ribuan tahun, barulah ditemukan lagi pada zaman modern.” jelas Ali
“Oiya?” timpal Kris
Fokus kami teralihkan pada buku itu. Tertulis pula kalau semua kekuatan elemental berasal dari sebuah menara yang dibuat oleh seseorang. Bangunan itu disebut orang sebagai Menara Langit Cahaya.
Dalam satu jam, buku bersampul biru itu sudah selesai dibaca. Setelah merenung sejenak, kami kembali mencari buku tentang makhluk di zaman dahulu. Tapi itu tidak menghasilkan apapun, karena sudah sore kami memutuskan pulang saja.
Setelah pulang dari masjid, Ali duduk lalu mendengus. Hamzah bertanya kenapa dia seperti itu. Dan dijawab, “Pencarian informasi seperti ini bukan ciri kita. Kita adalah petualang yang langsung berangkat dan barulah informasi muncul di tengah perjalanan.”
Semuanya terdiam mendengarnya, bila direnungi perkataan itu ada benarnya. Ketika membuktikan Legenda Biru, tanpa sadar kami langsung datang ke tempat informasi berkumpul. Seperti laut, gunung berapi ataupun hutan.
Empat anak itu berpandangan lalu menyeringai, itu berarti layangannya harus selesai diperbaiki malam ini. Besok pagi, kendaraan itu wajib mengangkasa lagi.
Karena kesungguhan mereka, begitu matahari keluar dari tempatnya layangan itu sudah melayang. Tanpa banyak bicara, Kris dan teman-temannya menaikinya lalu melesat. Menuju kutub tempat segel Nebula Merah pecah.
***
Layangan ini sekarang mempunyai teknologi membuka portal teleportasi. Sehingga perjalanan ke kutub cuman membutuhkan waktu dua menit. Disana, es berhamburan dimana-mana.
John meminta untuk mendaratkan kendaraan, supaya lebih jelas melihatnya. Untung saja masih ada balok es yang tersisa. Setelah mendarat kami langsung menghampiri lubang raksasa itu.
Ali seperti menendang sesuatu, ketika dia mengambilnya keningnya langsung berkerut. Sebuah kotak berwarna biru dengan ikon phoenix perak terbekukan disana.
Kami berempat langsung penasaran, berbagai teknik dikerahkan untuk memecah es itu. Anehnya meski sudah memakai magma milik Ali, benda biru ini belum keluar juga.
Semua teknik akhirnya digabungkan. Suhu panas, magma, hantaman pedang dan pukulan dikerahkan bersama. Akhirnya berhasil, es itu mendadak luruh. Benda kotak ini rupanya sangat kokoh, mungkin terbuat dari material terkeras.
Hamzah yang penasaran mencoba menyentuh ikon Phoenixnya. Tiga detik kemudian, air samudera menyembur naik.
Kami langsung siaga, sementara Hamzah langsung merutuki diri sendiri kenapa malah menyentuh ikon aneh itu. Tapi yang keluar bukan monster, melainkan puluhan benda aneh.
Benda-benda itu jatuh tepat di balok es kami. Untung saja tempat berpijak kami cukup kokoh dan besar. Kris mengambil salah satu benda itu, sebuah buku yang sangat tebal.
Selain buku, ada senjata seperti pedang, tombak, perisai dan sebagainya. Karena semua benda itu menarik, kami sepakat untuk memasukkannya ke kotak hitam terlebih dahulu.
Tapi sebelum keempat anak itu membaca buku tebalnya, tempat berpijak mereka bergetar hebat. Dua sosok tiba di hadapan kami.
“Senang bertemu lagi dengan kalian, anak-anak hebat.” orang itu menyeringai
Kris dan teman-temannya terkejut, dia kembali? Bersama makhluk putih raksasa itu? Kenapa ini bisa terjadi?
Bersambung ke : Ending (Vol 2)