“Master S, Ghazi, aku minta maaf tidak bisa menjaganya dengan baik.” kata Kris
“Tidak mengapa. Kamu waktu itu masih terluka akibat tendangan si manusia naga. Jadinya tenagamu belum pulih sepenuhnya.” jawab Master S
Tapi Ghazi malah mengomel, “Tuh kan, kubilang apa. Kalau dijaga Ali, dia pasti punya cara agar benda itu tidak pergi. Kamu kan petarung, mana ada tempat penyimpanan.”
“Ghazi, aku tahu kamu sudah menjaga barang itu selama dua tahun. Tapi musuh yang kita hadapi cukup kuat. Sementara itu, tenaga Kris masih belum pulih karena tendangan keras tadi. Jadi, maafkan dia ya?” tutur Start
Tapi Ghazi malah membelakangi lawan bicaranya. Masih tidak terima benda yang dijaganya hilang dalam sekejap. Dia mengangkat tangannya, seperti hendak membuka portal.
“Kamu mau kemana?” tanya John
“Jelas kembali ke kampung halaman. Misi aku sudah selesai gara-gara kalian. Pasti aku malah mendapat hukuman nanti.”
Ali tiba-tiba merangkul bahu Ghazi, “Bagaimana kalau kamu ikut kami saja dulu. Tugasnya menjaga benda replika itu selama tiga tahun kan. Nah, karena itu sudah diambil, mari kita rebut kembali bersama. Itulah arti sesungguhnya menjadi penjaga, benar kan?”
“Saran bagus. Aku setuju, untuk urusan yang sekarang akan kumaafkan.” jawabnya
Kris sedikit lega mendengarnya, dia mengucapkan terimakasih. Start lalu mengajak mereka untuk segera pergi ke lokasi ketiga. Ghazi langsung memberi tahu tempatnya. Sebagai penjaga, dia sudah diberi tahu dua lokasi lainnya.
***
Di depan kami berdiri sebuah bangunan dua tingkat yang kokoh. Tapi kelihatannya ini lebih mirip hotel dibanding markas penyimpanan.
“Nak Ghazi, apa kamu tidak salah tempat?” tanya Start
“Tidak Master, nanti akan aku pertemukan kalian dengan dia.”
Kris dan tiga temannya memandangi sekeliling. Halaman parkirnya bersih tapi tidak cukup luas, mungkin hanya cukup delapan sampai dua belas mobil.
Kami harus melewati lorong yang cukup panjang. Hingga akhirnya tiba di sebuah kamar dengan nomor lima. Ghazi mengetuk pintunya. Setelah pintu dibuka, kami seperti berada di bangunan berbeda.
Kamar itu tidak terlalu berbeda dengan kamar lainnya. Hanya saja disana terlihat sebuah tangga ke bawah. Terdengar sebuah suara agar menutup pintunya dan segera masuk ke ruangan ‘bawah’ itu.
Setelah menuruni empat puluh anak tangga, akhirnya kami tiba. Ghazi berjalan ke sebuah arah, seketika ruangan gelap itu menjadi terang.
Terlihat seseorang sedang memunggungi kami. Dia sibuk memperbaiki sesuatu, tapi menyadari ruangannya menjadi terang orang itu langsung menoleh.
“Hai paman!” sapa Ghazi
“Ya ampun, ada urusan apa lagi kamu. Dan siapa mereka?” tanya orang itu
Anak itu menjelaskan semua yang sudah terjadi sebelum mereka tiba di tempat ini. Delapan menit yang sunyi, paman itu akhirnya berbicara lagi.
“Jadi begitu. A-Storm sudah terkalahkan dan musuh yang kalian hadapi berhasil mengumpulkan dua kepingan?”
“Iya paman” jawab Ghazi
“Baiklah. Kalau kalian mau mengamankan replika ini, tentu kalian harus melewati rintangan dulu kan.”
“Jadi apa yang harus kami lakukan?” tanya Kris
Paman itu berjalan ke sebuah meja, mengambil buku tebal yang terletak disana. Dia mengeluarkan sebuah alat. Lalu menyalinnya sesuai jumlah orang di kelompok itu.
“Baca itu kemudian ceritakan isinya dari halaman satu sampai akhir. Tanpa terlewati. Waktunya cuman empat puluh menit. Lakukan semuanya secara manual.”
Ali mencoba melihat halaman terakhirnya. Ternyata sampai sembilan ratus halaman. Sebelum dia protes, paman itu sudah meletakkan jari telunjuknya di bibir. Menyuruh diam.
Sembilan ratus halaman dibaca dalam waktu tiga puluh menit. Dan harus dibacakan secara penuh, emangnya siapa yang bisa melakukannya? Batin Ali
“Paman, aku sudah selesai” seru John
“Baiklah. Karena kalian belum pernah membaca buku ini, kamu akan menjadi perwakilan.” tutur paman itu
Setelah di persilakan, John mulai mempresentasikan isi buku itu. Membahas tentang klan paralel. Semuanya pun menyimak dalam diam.
***
Lima puluh menit berlalu, akhirnya presentasinya selesai. Paman itu memejamkan matanya, sedang membuat pertimbangan.
Tidak lama kemudian, dia membuka matanya. Lalu berbisik sebentar ke Start. Mereka berdua saling menganggukkan kepala. Paman itu memasukkan tangannya ke dalam saku lalu mengeluarkannya.
Kami semua langsung melihat benda yang dicari. Kepingan ketiga itu terselip dengan baik. Kami semua tidak menyadarinya sejak tadi.
“Kalian lulus ujianku dengan baik, ingatan anak ini sangat kuat. Ujianku yang sesungguhnya adalah membaca lalu menyampaikannya pada orang lain sesuai dengan kemampuan. Ambillah ini, jaga dengan baik.” tutur paman bermata kecoklatan itu
Ali dengan cepat mengambilnya dan menyimpannya ke dalam ‘kotak hitam’. Setidaknya skornya menjadi 2-1. Enam orang itu langsung pergi. Itulah satu-satunya cara agar kepingan ketiganya tidak diambil juga.
Mereka kembali ke markas milik Kris dan ketiga temannya. Ghazi sampai memandang takjub. Dan bertanya apakah para ilmuwan zaman sekarang sudah tidak dibeda-bedakan lagi. Sampai anak dua belas tahun memiliki tempat sendiri.
“Memang tidak dibeda-bedakan lagi. Tapi masih ada beberapa pengguna elemental yang menyombongkan diri dengan para ilmuwan. Untuk markas, sebenarnya hanya tempat bermain aku dan Kris sewaktu kecil. Cuman diperluas saja. ” jelas Hamzah
“Sekarang apa yang akan kita lakukan Master Start?” tanya John
“Ghazi, beri tahu aku bagaimana caranya memasuki klan Badai.” Master S tidak mempedulikan pertanyaan John. Malah memberikan pertanyaan lain.
“Memangnya kenapa master bertanya seperti itu?”
“Ghazi Al-Ghifari, dulu aku pernah bertarung dengan Ending dan mengalahkannya. Di pertarungan yang kamu lihat tadi, aku belum memakai kekuatan penuh. Bahkan elemental api belum digunakan. Jadi, kita akan mengantisipasi Ending dan Ghadi mencari senjata aslinya. Dan kita membuat rencananya sekarang.” jelas Start
Mulut lima anak itu membentuk huruf o. Mungkin penjelasan itu ada benarnya juga. Sang pemanah penjaga akhirnya memberi tahu cara masuk ke dalam klan Badai.
“Kenapa klanku disebut Badai? Karena mereka berada dalam angin, mengikuti perpindahannya. Tapi angin yang diikuti ada pengecualian. Klanku hanya bertempat di dalam angin yang berada di luar rumah.”
“Jika orang luar ingin memasukinya, mereka harus menunggu tornado tiba. Atau bila ingin cepat, buatlah menggunakan elemental angin. Lima menit setelah tornado itu terbentuk, sebuah portal akan terbentuk dibagian bawah. Tinggal masuk maka mereka langsung tiba.” jelas Ghazi santai
Start mengelus dagunya perlahan sambil mengangguk-anggukkan kepala. Jauh dari sana, Ending dan Ghadi memperlihatkan ekspresi yang berbeda.
Hotel tempat kepingan ketiga berada sudah hancur tidak bersisa. Awalnya mereka meminta baik-baik, bahkan ujian itu sudah dilakukan. Tapi mendengar benda yang dimaksud sudah tidak ada, dua orang itu menjadi marah.
Otomatis, Ending berubah menjadi naga dan menyemburkan raungan cahaya. Nyaris tidak ada yang selamat dari serangan mendadak itu. Mereka berdua memutuskan kembali ke markas terlebih dahulu.
“Menyebalkan! Kita sudah di dahului oleh mereka lagi! Mereka seperti nyamuk. Cepat, pengganggu dan bikin gatal!” Ending melampiaskan amarahnya dengan memukul-mukul dinding.
Ghadi hanya berpangku tangan. Dia tidak tahu caranya meredakan amarah orang itu. Si elemental pertama akhirnya mencoba memikirkan berbagai rencana untuk mengalahkan lawan mereka.
“Harusnya mereka itu seperti semut hitam! Cepat tapi kecil, banyak tapi jarang mengganggu! Menyebalkan!” si manusia naga memukul dinding lagi
“Maaf, tapi bisakah agar tidak memukul dindingnya lagi? Markas sementara ini bisa runtuh.” lirih Ghadi
“Diam! Aku baru mau diam jika sudah ada cara mengalahkan lawan kita!!”
Ghadi akhirnya menyerah meredakan amarah orang itu. Dia berjalan ke sebuah rak buku, mencari sesuatu. Dia mengambil buku yang cukup tebal, lalu membukanya perlahan.
“Rencanaku adalah kita datangi mereka langsung. Jika gagal, kita langsung kabur ke klan Badai. Mencari senjata aslinya. Bagaimana menurutmu, Ending?” saran Ghadi
Si manusia naga mengangkat kepalanya dan menoleh. Setelah bertatapan mata selama lima detik, dia langsung menyeringai.
Bersambung ke : Ending (Vol 8)