Kami akan segera berangkat kesana sebentar lagi. Ujar Ghadi melalui teknologi telepati.
Baik master dan anda harus segera keluar begitu selesai mengambilnya.
“Dimana ilmuwan kedua dan kelima? Kenapa cuman kalian berdua?” tanya sang ketua
Si keempat dan ketiga menelan ludah bersamaan. Yang satu karena khawatir ketuanya akan marah. Sementara satunya khawatir ketahuan.
“Se..belum aku berangkat kesini..ilmuwan keempat bilang mereka sedang sakit, ketua.” jawab Si Ketiga terbata-bata
“Wah, kasihan mereka. Kalau begitu ketika ini selesai, kita kunjungi ya.” ujar ilmuwan pertama
“Baik!” jawab dua ilmuwan itu serempak
***
Di waktu yang bersamaan, pikiran ilmuwan ketiga bergejolak. Ia sebenarnya sudah tahu siapa yang membocorkan kode itu. Tapi ‘orang itu’ menyuruhnya tetap diam.
“Sudah! Beri tahu saja” Pikiran baiknya berbisik
“Heh, kalau kamu beri tahu, orang itu bakalan marah besar loh” Pikiran kurang baiknya menimpali
“Ingatlah kebaikan ketuamu. Jadi setidaknya balaslah dengan memberikan informasi yang berguna.” Si baik mulai memberikan alasannya
“Heh! Diam kamu. Bukankah kalau disuruh menjaga rahasia, kita harus menjaganya dengan baik?” Si jahat membalas dengan sengit
Mata ilmuwan ketiga terpejam rapat. Sedang menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan. Lagi pula masih belum terlambat untuk memberi tahu.
“Jangan beri tahu, hei ketiga… Rahasia harus disimpan dengan baik..” Pikiran jahatnya mulai mendominasi
“Beri tahu… Bila kamu lakukan nanti, penyesalan sudah terlambat..”
Si ketiga menghembuskan napas. Baiklah, dia akan memberi tahu. Tapi itu bisa dilakukan nanti saja. Ia sudah fokus lagi mengerjakan proyek barunya.
Di sisi yang berbeda, si manusia naga dan elemental pertama telah tiba di depan seratus rintangan.
“Untung saja kamu bisa membuka portal teleportasi. Jadinya kita tidak perlu masuk lewat pintu utama.” kata Ending
“Diamlah, kita harus cepat mengambilnya. Sebelum tiang raksasa itu terselesaikan.”
“Heh, kamu itu terlalu serius, ya.”
Si elemental pertama mendengus, dia kurang suka bercanda. Akhirnya orang itu melesat duluan meninggalkan rekannya.
“Hei! Tunggu aku!”
Pada waktu yang bersamaan, Kris dan teman-temannya sedang melakukan latihan satu lawan satu. Dengan menggunakan Sirkanik, ruangan itu bertabur cahaya.
Ghazi tertawa. Dia telah menyelesaikan pertandingan melawan Kris dengan kemenangan berturut-turut.
“Panah ledakanmu itu menyebalkan. Elemental kristal dan gletserku jadi kurang berguna.” komentar Kris
“Iya dong! Aku ini memang hebat. Mahir memanah, elementalnya dahsyat, jago pertarungan tangan kosong, pintar dan ganteng. Ahahaha.” tawa Ghazi makin lebar
Kris dan teman-temannya menyipitkan mata. Sedang menahan cengiran. Karena bila beneran keluar, mereka akan mengakui hal itu.
“Hore! Akhirnya aku bisa bertanding dengan kamu, Hamzah. Setelah aku menang lagi, maka tinggal final terus juara.” serunya
“Wah, jangan terlalu percaya diri. Aku paling mahir bertarung tangan kosong di kelompok ini.” ujar Hamzah
“Siapapun yang menang, kutunggu di final. Aku enak kan? Cuman turun di bagian terakhir.” kata John sambil nyengir
“Iyalah! Kamu pengguna pedang. Itu dua kali lipat lebih bahaya daripada laser, panah apalagi tangan kosong.” keluh Ali
“Cepat bersiap di arena!” Start berteriak lantang
Hamzah dan Ghazi seketika langsung berlari ke posisi masing-masing. Dan dalam sekejap, ruangan itu kembali dipenuhi dentuman serta cahaya.
Di ruangan rahasia,
“Hmm, kodenya 3GRPL7A” kata Ending pelan
Ghadi mengetiknya secara perlahan, mereka harus berhati-hati karena ini masih siang. Para ilmuwan itu bisa datang kesini kapan saja. Pintu raksasa terbuka. Alarmnya tidak berbunyi karena sudah dimatikan oleh Si Tubuh Tinggi.
“Oke, ayo cepat cabut pedangnya.” perintah si manusia naga
Si elemental pertama berjingkat mendekati benda itu. Siapa tahu masih ada jebakan yang mendadak muncul. Begitu tiba, ia mencoba menyentuh gagangnya.
Dia menghela napas, untung saja masih aman. Akhirnya ia menggenggam erat, lalu mencabutnya dengan cepat. Tiga detik setelah terlepas, ruangan itu mendadak gelap.
“Ah, menyebalkan. Dia bilang tidak ada jebakan. Dan sekarang kita harus melakukan pertempuran.” Ending mengeluh
Di depan mereka muncul Start. Orang itu datang sendirian, tapi wajahnya masih memperlihatkan senyuman.
“Senang bertemu kembali dengan kalian.”
***
“Seharusnya kita ikut membantu master!” seru Kris
“Tidak boleh! Master menyuruh kita untuk tetap disini melanjutkan latihan. Kalian jangan mencoba keluar dari ruangan ini.” balas John
“Iya! Yang tetap disini itu kamu karena diberi tugas untuk menjaga ruangan ini!” Ghazi menyangkalnya dengan sengit
“Aku diberi tugas untuk menjaga kalian. Bukan ruangan ini, heh.”
“Terserah, yang jelas aku mau keluar.” ujar Kris
John mendengus, “Kalau begitu mari percepat finalnya. Lawan aku sekarang secara bersamaan. Bila kalian menang, silahkan keluar dari sini.”
“Eh? Serius kak John? Tapi kami tidak ngotot seperti mereka.” tunjuk Hamzah dan Ali
Anak berusia empat belas tahun itu mendengus. Kini ia sudah mengeluarkan pedang andalannya. Secara perlahan dia mengalirkan elementalnya ke sana. John sudah berada di atas Kris dan yang lain. Mengayunkan senjatanya dengan cepat.
“Aurora : Tarian cahaya”
Empat anak itu terperangah, temannya ini beneran menyerang mereka. Bunyi berdentum meraung kencang. Kepulan asap kini beterbangan menutupi ruangan itu.
Bersambung ke : Badai (Vol 6)