An-Nasa’i, Tokoh Ulama Hadis Sejati

An-Nasa'i

Bila ilmu masih dijaga oleh orang-orang yang taat kepada Allah, maka ilmu itu tetap terang hingga akhir zaman. Lahirlah seorang ulama hadis lainnya, yang kita kenal dengan An-Nasa’i. Pemilik nama lengkap Ahmad bin Syuaib bin Sinan bin Bahr ini lahir tahun 215 Hijriah.

Kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim merupakan sebuah kitab hadis yang tidak perlu diragukan lagi. Tapi selain itu, dalam daftar al-kutub al-Sittah masih ada 4 kitab lainnya yang memiliki derajat sama.

Sudah menjadi kebiasaan orang arab, mereka memanggil orang lain dengan nama kunyahnya. Dan an-nasai memiliki kunyah Abu Abdirrahman. Tanpa perlu memperpanjang pembukaan lagi, langsung aja cek biografi beliau di bawah ini.

Cobaan untuk An-Nasa’i

Pada suatu masa, beliau membuat sebuah karya berjudul Al-Khasais Ali bin Abu Thalib. Mengisahkan tentang keutamaan serta kelebihan sahabat nabi itu. Akhirnya beliau pun menerima tuduhan sebagai bagian dari Syiah. Tidak berhenti sampai disitu. Beliau juga dituduh menghina Muawiyah pada karyanya yang lain

Saat itu, penduduk Syiria bertanya pada Nasa’i tentang keutamaan Muawiyah. Kemudian ulama hadis ini menjawab, “Aku tidak mengetahui adanya hadis yang menyebut keutamaan Muawiyah.

Tapi bila kita menelisik lebih dalam latar belakang penulisannya ialah; agar menunjukkan sikap netral An-Nasa’i terhadap pendapat yang terbentuk diantara penduduk Syiria. Beliau hanya ingin tidak ada lagi yang membenci Ali bin Abu Thalib.

Guru-Guru An-Nasa’i

Ada beberapa guru beliau yang tercatat dalam kertas panjang sejarah. Dua diantaranya juga ulama hadis terbesar di masanya, mereka adalah.

Pengembaraannya ke Berbagai Negeri

Sebelum mengunjungi berbagai negeri, ia belajar pada madrasah di desa kelahirannya, Nasa’. Beliau berhasil menghafal Al-Quran di madrasah itu. Disiplin ilmu keagamaan pun banyak diserapnya dari berbagai ulama disana.

Memasuki usia remaja, intelektualnya makin berkembang. An-Nasa’i akhirnya mulai sering berkunjung ke beberapa negeri. Hingga pada usia 15 tahun, resmilah perjalanannya. Tercatat beliau mendatangi Khurasan, Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Jazirah Arab.

Hal ini merupakan sesuatu yang biasa diantara calon-calon ulama di masa itu. Terutama diantara enam imam hadis yang empat diantaranya sudah kita bahas. Malah mungkin mereka akan merasa malu kalau tidak mendatangi guru dan hanya berdiam di kota kelahirannya.

Murid-Murid Nasa’i

Seperti pendahulunya, beliau tercatat memiliki banyak murid. Dan sebagian diantara mereka, namanya mungkin sudah kalian tahu. Mereka adalah.

  • Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga kitab Mu’jam)
  • Abu Ja’far al-Thahawi
  • Abu Nashr al-Dalaby
  • Abu Bakr bin Ahmad al-Sunni (selain seorang murid, kelak ia menjadi ‘penyambung lidah’ An-Nasa’i dalam meriwayatkan kitab sunannya.)
  • Al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti

Kitab al-Mujtaba’

Sekarang, karya beliau yang paling terkenal ialah Sunan An-Nasa’i. Tapi sebelum itu, ternyata kitab ini mengalami beberapa kali pergantian nama.

Bermula ketika sang ulama hadis menunjukkan karyanya dengan judul al-Sunan al-Kubra pada Amir (walikota) di kota Ramlah. Amir itu bertanya, “Apakah kitab ini seluruhnya merupakan hadis sahih?” Beliau lalu menjawab dengan kejujuran, “Ada yang sahih, ada yang hasan dan ada yang hampir serupa dengannya.”

Lalu amir berkata, “Kalau demikian, pisahkanlah hadis yang sahih-sahih saja”. Atas permintaan itu, sang ulama hadis menyeleksi lebih ketat hadis-hadis yang tercantum dalam kitabnya. Berselang beberapa lama, jadilah penyederhanaan kitab itu. Kali ini berjudul al-Sunan al-Sughra.

Karena penyeleksiannya yang super ketat, kitab ini juga dikenal dengan nama al-Mujtaba’. Nama ini bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih). Pada masanya, nama ini lebih dikenal hingga nama keduanya seperti tenggelam.

Dari al-Mujtaba’ ini akhirnya terkenal dengan nama Sunan An-Nasa’i. Dan kelihatannya tidak ada pergantian nama lagi hingga sekarang.

Menutup Lembaran Kehidupan

Setahun sebelum wafatnya, sang ulama hadis pindah dari Mesir ke Damsyik.
Namun, para ulama tidak terlalu mengetahui tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni berkata di Mekkah dan dimakamkan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat serupa dikemukakan Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-‘Uqbi al-Mishri.

Ulama lain, yaitu Imam Adz-Dzahabi menolak pendapat itu. Beliau berkata An-Nasa’i wafat di Ramlah, Palestina. Pendapat ini didukung Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid sang ulama hadis), dan Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir, An-Nasa’i wafat tahun 303 Hijriah dan dimakamkan di Bait Al-Maqdis, Palestina.

Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raajiun, semoga seluruh amal kebaikan beliau diterima di sisiNya. Dan dimasukkan ke surga yang paling tinggi.

Amiin

Baca Juga : Sekilas Riyadhus Shalihin

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top