Abu Dawud, Terunggul Ketiga dalam Hadis

Abu Dawud

Di telinga para pembaca, kalimat apa yang terbentuk ketika mendengar nama Abu Dawud? Pasti kemasyhurannya dalam bidang hadis. Kalau begitu artikel ini ada untuk membahas beliau. Bagaimana masa kecilnya sampai menyusun kitab yang kita kenal dengan judul Sunan Abu Dawud.

Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishak bin Bashir As-Sijistani. Itulah nama lengkapnya. Beliau lahir pada tahun 202 hijriyah atau 817 masehi. Dan berpulang menikmati hasilnya tahun 889 masehi (16 Syawal 275 hijriyah).

Fakta menariknya, pada tahun 221 hijriyah, beliau ikut mensholatkan serta memakamkan jenazah Imam Muslim. Makin penasaran gak, sih? Yuk langsung saja.

Perjalanannya Menjemput Ilmu

Sama seperti Muslim, Abu Dawud dibesarkan dalam keluarga yang paham hadis. Ayahnya ialah perawi hadis, begitu juga saudaranya. Muhammad bin Al-Asy’ats. Karena hal ini, ia sudah terjun dalam bidang hadis sejak usia belasan tahun.

Calon perawi hadis ini pergi ke Irak, Khurasan, Mesir, Suriah, Naisabur, dan sebagainya. Ketika masuk kota Baghdad, beliau diminta Amir Abu Ahmad Al-Muwaffaq untuk menetap di Basrah. Ia pun menerimanya, tapi hal ini tidak menghalanginya untuk tetap mencari hadis.

Sebelum menetap di Basrah, beliau sempat mengajar hadis dan fikih di Baghdad. Dengan menggunakan kitabnya Sunan Abu Dawud. Dari 50.000 hadis yang dikumpulkan Sulaiman, hanya 4.800 yang dimasukkannya ke dalam kitab Sunan. Jumlah sebanyak itu ia peroleh dari para ulama hadis terkemuka. Diantaranya,

  1. Imam Al-Hasan bin Muhammad Ash Shabah Azza’Farani
  2. Imam Ahmad bin Hambal
  3. Muhammad bin Syafi’i
  4. Ibnu Abi Syaibah
  5. Imam Bukhari
  6. Ibnu Abi Hatim
  7. Ishaq bin Rawahaih
  8. Sulaiman bin Harb
  9. Abu Yaqub bin Yusuf bin Yahya Al-Buwaiti
  10. Rabi’ bin Sulaiman
  11. Abu Khaitsamah
  12. Ad-Darimi
  13. Qutaybah bin Sa’id
  14. Abu Amar ad-Darir
  15. Muslim bin Ibrahim
  16. Dan sebagainya

Beliau juga mempunyai murid yang semuanya meriwayatkan hadis darinya. Mereka adalah,

  • Muhammad bin Isa At-Tirmidzi
  • Abu al-Rahman An-Nasa’i
  • Abdullah (anak kandungnya)
  • Abu Ali al-Lu’lu’i
  • Al-Mas’udi
  • Ibnu Mundzir
  • Imam Ad-Daruquthni
  • Zakariya bin Yahya As Saajy
  • Ibnu Abid Dunya
  • Ahmad bin Sulaiman An-Najjar (penyusun kitab Nasikh wal Mansukh. Berpegangan dengan kitab Sunan Abu Daud)
  • Dan masih banyak lagi

Akhlaknya dalam Kehidupan

Dalam hal ini, sang ulama hadis punya kebiasaan tersendiri. Ia memiliki baju yang lengan satunya lebar, sedangkan satunya sempit. Orang-orang tentu penasaran. Apa jawabannya?

“Lengan yang lebar ini kupakai untuk membawa kitab. Dan satunya, tidak diperlukan untuk itu.” Abu Daud ialah seorang ulama yang sangat memuliakan ilmu dan para pembelajarnya. Abu Bakar bin Jabir, pembantunya, menjadi saksi kehidupan beliau. Inilah katanya.

“Aku pernah menemani Abu Daud di kota Baghdad. Selepas kami menunaikan solat Maghrib, datang amir setempat ke rumahnya. Yaitu Abu Ahmad Al-Muwaffaq. Setelah masuk, Abu Daud bertanya, ‘Apa gerangan yang mendorong amir datang ke sini malam-malam?’

Amir menjawab, ‘Ada tiga urusan aku datang ke sini’

‘Urusan apa?’ tukas Abu Daud

‘Hendaknya anda menetap di Basrah, agar para penuntut ilmu berdatangan pada anda. Dengan demikian, kota itu menjadi makmur lagi. Setelah kehancurannya pasca peristiwa Zanji. Ini yang pertama. Yang kedua, anda mengajarkan kitab sunan kepada anak-anakku. Yang terakhir, anda membuat majelis tersendiri untuk mereka. Karena anak-anak penguasa tidak pantas duduk bersama rakyat jelata.’

Mendengar permintaan terakhir, dengan tegas sang ulama hadis berkata, ‘Permintaan ketiga tidak bisa aku penuhi. Karena seluruh manusia sama derajatnya dalam menuntut ilmu.’

“Sejak saat itu, kulihat anak-anak sang penguasa ikut dalam majelis Abu Daud bersama para penuntut ilmu lainnya.”

Meski telah menetap di Basrah, beliau tetap suka berkunjung ke Baghdad. Demi berjumpa dengan gurunya Ahmad bin Hambal. Dan sempat memaparkan karyanya kepada gurunya itu. Dan kitab itu dinilai baik oleh sang guru.

Caranya dalam Menyusun Kitab

Melihat kitab beliau menorehkan pujian di kalangan para ulama, membuat kita penasaran. Bagaimana Abu Daud menyusun kitabnya. Yuk, simak bareng-bareng.

Abu Dawud. Orang pertama yang menyusun hadis-hadis tentang ahkâm, lalu meringkasnya menjadi buku. Banyak orang mencoba jejak ini, tapi kitabnya belum termasuk sunan. Perhatian Abu Daud tertuju pada redaksi matan hadis.

Hal yang membedakan karyanya dengan kitab Imam Bukhari & Muslim, beliau tidak hanya memasukkan hadis sahih. Hadis yang statusnya hasan dan dha’if juga dicantumkannya. Tapi sang ulama hadis tetap memberi komentar tentang eksistensi hadis itu.

Beliau juga sering meringkas hadis-hadis panjang. Karena menurutnya, bila yang ditulis adalah hadis aslinya, akan mempersulit pemahaman orang-orang.

Asal kalian tahu, Sunan Abu Daud terdiri dari 35 kitab. Masing-masingnya, tidak kurang dari 15 hadis. Ini saya tuliskan, judul-judulnya.

  1. Kitab al-Taharah ; Jumlah bab, 143 ; Jumlah hadis, 390
  2. Kitab as-Salah ; Jumlah bab, 364 ; Jumlah hadis, 1165
  3. Kitab al-Zakah ; Jumlah bab, 47 ; Jumlah hadis, 145
  4. Kitab al-Luqatah ; Jumlah bab, – (tidak diketahui) ; Jumlah hadis, 20
  5. Kitab Manasik ; Jumlah bab, 98 ; Jumlah hadis, 325
  6. Kitab al-Nikah ; Jumlah bab, 50 ; Jumlah hadis, 129
  7. Kitab al-Talaq ; Jumlah bab, 50 ; Jumlah hadis, 138
  8. Kitab al-Shaum ; Jumlah bab, 81 ; Jumlah hadis, 164
  9. Kitab al-Jihad ; Jumlah bab, 182 ; Jumlah hadis, 311
  10. Kitab al-Dahâyâ ; Jumlah bab, 20 ; Jumlah hadis, 56
  11. Kitab al-Sayd ; Jumlah bab, 4 ; Jumlah hadis, 18
  12. Kitab al-Wasaya ; Jumlah bab, 17 ; Jumlah hadis, 23
  13. Kitab al-Fara’id ; Jumlah bab, 17 ; Jumlah hadis, 43
  14. Kitâb al-Kharaj wa al-Imârah ; Jumlah bab, 40 ; Jumlah hadis, 161
  15. Kitab al-Jana’iz ; Jumlah bab, 84 ; Jumlah hadis, 153
  16. Kitâb al-Ayman wa al-Nuz’ûr ; Jumlah bab, 32 ; Jumlah hadis, 84
  17. Kitâb al-Buyâ‘ wa al-Ijârah ; Jumlah bab, 92 ; Jumlah hadis, 245
  18. Kitâb al-Aqdîyah; Jumlah bab, 30 ; Jumlah hadis, 70
  19. Kitâb al-‘Ilm ; Jumlah bab, 13 ; Jumlah hadis, 28
  20. Kitâb al-Ashribah ; Jumlah bab, 22 ; Jumlah hadis, 67
  21. Kitâb al-At‘imah ; Jumlah bab, 55 ; Jumlah hadis, 119
  22. Kitâb al-Tîb ; Jumlah bab, 24 ; Jumlah hadis, 71
  23. Kitâb al-‘Atq ; Jumlah bab, 15 ; Jumlah hadis, 43
  24. Kitâb al-Hurûf wa al-Qirâ’ât ; Jumlah bab, – (tidak diketahui) ; Jumlah hadis, 40
  25. Kitâb al-Hammâm ; Jumlah bab, 3 ; Jumlah hadis, 11
  26. Kitâb al-Libâs ; Jumlah bab, 47 ; Jumlah hadis, 139
  27. Kitâb al-Tarajjul ; Jumlah bab, 21 ; Jumlah hadis, 55
  28. Kitâb al-Khatam ; Jumlah bab, 8 ; Jumlah hadis, 26
  29. Kitâb al-Fitan ; Jumlah bab, 7 ; Jumlah hadis, 39
  30. Kitâb al-Mahdî ; Jumlah bab, – (tidak diketahui) ; Jumlah hadis, 12
  31. Kitâb al-Malâhim ; Jumlah bab, 18 ; Jumlah hadis, 60
  32. Kitâb al-Sunnah ; Jumlah bab, 32 ; Jumlah hadis, 177
  33. Kitâb al-Adab ; Jumlah bab, 108 ; Jumlah hadis, 502
  34. Kitâb al-Diyat ; Jumlah bab, 32 ; Jumlah hadis, 102
  35. Kitâb al-Hudûd ; Jumlah bab, 40 ; Jumlah hadis, 143

Komentar Para Ulama tentang al-Sunan

Tidak sedikit para ulama yang memberikan komentarnya atas karya Abu Daud. Diantara mereka ialah,

  • An-Nawawi : “Bagi orang yang ingin mendalami fikih dengan lengkap, sebaiknya belajar Sunan Abû Dâwud, karena sebagian besar isinya mengenai hadis-hadis ahkâm.”
  • Ad-Dahlawi, berkomentar dalam kitabnya : “Sunan Abû Dâwud berada diperingkat kedua dari kitab-kitab hadis setelah Al-Muwatha’ dan Al-Sahîhayn, di mana pengarangnya dikenal sebagai ahli hadis yang dijuluki al-hifz wa al-tabahhur fî funûn al-hadîth.
  • Bahkan Ibrahim al-Harbi memberikan komentar seperti ini : “Abû Dâwud sangat lunak ketika
    membicarakan hadis seperti lunaknya Nabi Dâud menempa besi.”

Ada positif, maka ada yang negatifnya. Beberapa ulama berpendapat, Abu Daud memasukkan hadis palsu ke kitabnya. Namun al-Suyûtî, membantah kritikan itu, dikarenakan sedikitnya orang yang berkomentar seperti itu. Karena masih banyak lagi hadis-hadis sahih di dalam kitab sang ulama.

Akhir Hayatnya

Sang ulama yang sangat berhati-hati dalam bidang hadis ini, menutup kisahnya di kota Basrah. Pada tanggal 20 Februari 889 M (16 Syawal 275 H). Beliau meninggalkan seorang putra bernama Abu Bakar Abdullah bin Abû Dawud. Seorang anak yang mengikuti jejak ayahnya, menjadi ulama hadis.

Putranya lahir pada tahun 23o H dan wafat tahun 316 H. Semoga Allah swt meridhai dan membalas segala kebaikan ayah-anak ini dengan surganya. Amiin.

Baca Juga : Abadinya Karya Ilmuwan Muslim Ini

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top